NEWS BREAKING NEWS
Live
wb_sunny

Breaking News

Ngaku Profesional, Bertindak Preman: Proyek RSUD Tobat Diduga Sarat Arogansi dan Pelanggaran

Ngaku Profesional, Bertindak Preman: Proyek RSUD Tobat Diduga Sarat Arogansi dan Pelanggaran


TRANSFORMASINUSA.COM | Kabupaten Tangerang -,Ngaku punya ISO, ngaku berkelas internasional, tapi kelakuan dan pelaksanaan proyek justru memalukan! Itulah wajah asli PT. Demes Karya Indah, kontraktor pelaksana pembangunan mushola RSUD Balaraja dengan nilai anggaran Rp2.048.267.315. Alih-alih bekerja elegan dan taat regulasi, kontraktor ini justru tampil bak "jawara proyek" yang seolah menjadikan area RSUD sebagai markas kekuasaan. Beberapa wartawan dan aktivis LSM yang menjalankan tugas kontrol sosial justru dihadang, dihardik, bahkan salah satu wartawan nyaris jatuh ke tumpukan pasir setelah ditarik secara kasar. Aksi ini bukan yang pertama. Dua bulan sebelumnya, dua wartawan juga mengalami pengusiran serupa dengan gaya premanisme dan bentakan arogan.(02/08/2025)


Ironisnya, PT. Demes Karya Indah bukan kontraktor sembarangan. Mengusung nama besar, dokumen berstandar internasional, lengkap dengan ISO, jaminan mutu, serta sistem keselamatan kerja (K3) global. Namun di lapangan, pemandangan justru bertolak belakang pekerja memanjat ke ketinggian tanpa alat safety, tanpa helm, tanpa sepatu pengaman. Tidak ada pengawasan yang memadai, dan respons terhadap kritik publik justru dihadapi dengan sikap kasar.


“Label internasional bukan untuk dipajang, tapi untuk dipertanggungjawabkan. Kalau proyek miliaran rupiah dikerjakan sembrono, itu bukan profesional itu sabotase uang negara yang bersembunyi dalam sistem tender,” ujar seorang aktivis yang memantau langsung kondisi proyek.


Donny Putra, T., S.H., pengamat hukum dari Law Firm HEFI Sanjaya & Partners, menilai tindakan kontraktor dan sikap diam pihak RSUD maupun dinas teknis sebagai bentuk pelanggaran serius. Menurutnya, proyek negara berada dalam pengawasan ASN, dan setiap upaya penghalangan terhadap pers maupun kontrol sosial bisa masuk ke ranah pidana.


“Kalau ASN tahu tapi membiarkan, itu namanya pembiaran jabatan. Bisa dijerat pidana administratif, bahkan KUHP jika terbukti ada persekongkolan sistemik. UU KIP, UU Pers, UU K3, dan aturan LPSE menjamin ruang publik untuk mengawasi. Menghalangi berarti melanggar hukum,” tegas Donny.


Ustaz Ahmad Rustam, tokoh kerohanian dan aktivis sosial Kabupaten Tangerang, juga angkat bicara. Ia menyoroti aspek moral dan etika dalam pembangunan mushola yang justru dikerjakan dengan cara-cara intimidatif.


“Bangun mushola dengan cara arogan, tanpa adab terhadap kontrol sosial, itu bukan amal tapi penghinaan terhadap nilai ibadah. Ini bukan proyek ibadah ini proyek kemunafikan,” kritik Ustaz Rustam. “Jika pemerintah membiarkan kontraktor bertindak seperti ini, maka negara ikut menanggung dosa sosial dan politik anggaran yang zolim.”


Dalam proyek negara, Perpres No. 12 Tahun 2021 mewajibkan keterbukaan, akuntabilitas, dan keselamatan. Jika kontraktor terbukti arogan dan melanggar, LKPP berwenang memasukkan ke daftar hitam (blacklist).


Menghalangi kerja wartawan melanggar Pasal 18 Ayat (1) UU Pers No. 40 Tahun 1999, dengan ancaman pidana 2 tahun atau denda Rp500 juta. ASN yang tahu tapi membiarkan dapat dikenai sanksi administratif dan pidana umum jika terbukti ada pembiaran atau persekongkolan.

UU KIP No. 14 Tahun 2008 menjamin hak publik atas informasi. UU K3 mewajibkan keselamatan kerja, dan Pasal 421 KUHP menjerat penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan hak warga.


Sementara itu, Buyung E., aktivis sosial-lingkungan dan Humas DPD YLPK PERARI Banten, menyatakan pihaknya sedang menyiapkan pelaporan resmi ke Ombudsman, LKPP, Inspektorat, dan Komisi Informasi. Baginya, ini bukan sekadar pelanggaran teknis, tapi sudah mengarah pada mental mafia proyek.


“Hari ini mereka dorong wartawan, besok bukan tak mungkin mereka main anggaran secara diam-diam. Kami akan sikat dari lapangan sampai ke meja anggaran. Siapa bekingnya, kita ungkap! Ini proyek kotor yang dibungkus dengan label profesional. Kita lawan!” tegas Buyung.


Proyek mushola di area RSUD seharusnya menjadi simbol spiritual, transparansi, dan tanggung jawab publik. Tapi jika pelaksana justru bertindak brutal, anti-kritik, dan menginjak regulasi demi ego serta keuntungan sepihak, maka proyek itu bukan sekadar gagal ia layak disebut sebagai proyek laknat.


PT. Demes Karya Indah perlu diperiksa menyeluruh. Proyek ini layak diaudit ulang. Jika terbukti lalai dan arogan, kontraktor seperti ini patut dievaluasi untuk masuk daftar hitam penyedia proyek pemerintah.


Jangan bungkus proyek kotor dengan label profesional. Mutu sejati tak pernah lahir dari arogansi.




[ RED / TIM ]



TRANSFORMASINUSA NEWS

TNC GROUP CHATT ME

Kritik dan Saran bisa melalui kolom dibawah ini,Terima Kasih

Posting Komentar