DANANTARA Sovereign Wealth Fund ala Indonesia — Antara Harapan Investasi dan Lahan Baru Kekuasaan
![]() |
Pendahuluan SWF atau Jalur Baru Konsolidasi Kekuasaan Ekonomi ? MAHARANI,S.H / KAPAERWIL TNC GROUP DKI JAKARTA |
TRANSFORMASINUSA.COM | Indonesia memasuki babak baru dalam pengelolaan kekayaan negara lewat entitas bernama Danantara. Diklaim sebagai upaya efisiensi, profesionalisasi, dan investasi jangka panjang, Danantara—yang disebut sebagai holding strategis BUMN—menampilkan wajah baru dari apa yang disebut banyak pengamat sebagai bentuk Sovereign Wealth Fund (SWF) ala Indonesia yg masih banyak tanda tanya.
Namun, di balik semangat transformasi, Danantara justru membuka jalur baru dan tersembunyi bagi konsolidasi jabatan, penguasaan aset negara, dan distribusi rente kekuasaan. Terutama melalui mekanisme penempatan Direksi dan Komisaris BUMN oleh orang-orang dari lingkaran kekuasaan politik dan birokrasi.
Penempatan Komisaris dan Direksi BUMN
Operasi Terselubung dari Lingkar Kekuasaan
1. Jalur Tersembunyi, Wajah yang Itu-Itu Saja
Dalam banyak kasus, nama-nama yang duduk sebagai komisaris dan direksi di BUMN di bawah naungan Danantara bukanlah sosok baru. Mereka adalah :
- Orang-orang yang Konon dekat presiden dan lingkaran dalam kekuasaan.
- Pejabat aktif dan nonaktif di kementerian terkait, khususnya Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, maupun kementerian terkait sesuai BUMN.
- Eks tim sukses kampanye, relawan, dan mantan caleg yg gagal terpilih oleh rakyat.
- Keluarga atau kolega dari elite ekonomi-politik nasional.
Penempatan dilakukan melalui skema tidak transparan, nyaris tanpa proses seleksi terbuka, tanpa rekam jejak profesional yang relevan, dan tanpa partisipasi publik.
> “Patronase politik bertemu oportunisme ekonomi. Danantara menjadi pintu masuk legal untuk menempatkan siapa saja atas nama efisiensi.”
2. Kolusi Halus
Birokrat Menempatkan Kolega di Korporasi Negara
Banyak penempatan komisaris dan direksi merupakan hasil deal antara elite kementerian dengan elite politik, bahkan terkadang lintas partai dan aktor bisnis besar.
Ini menciptakan praktik :
“Tukar guling” kekuasaan dan jabatan.
- Pengamanan proyek dan kebijakan oleh orang dalam.
- Penyelundupan konflik kepentingan dalam bentuk pengaruh keputusan bisnis BUMN oleh aktor luar.
Contoh Fenomena :
Staf khusus menteri langsung menjadi komisaris BUMN dan mantan caleg gagal jadi komut BUMN .
- Keluarga pejabat tinggi diangkat di BUMN logistik atau keuangan.
- Direktur utama/Komisaris Utama anak usaha holding berasal dari eks tim relawan kampanye nasional dan caleg parpol yg tidak lolos ke senayan.
3. BUMN Jadi “ATM Politik” Baru
Penempatan ini bukan hanya soal pengaruh, tapi juga akses terhadap kekayaan negara :
- Gaji dan tunjangan komisaris bisa mencapai ratusan juta per bulan.
- Direksi utama, Komisaris Utama BUMN strategis memiliki kendali atas proyek bernilai triliunan rupiah.
Mereka ikut menentukan keputusan bisnis strategis: dari pengadaan, alokasi investasi, hingga ekspansi luar negeri.
Penempatan ini dilakukan secara diam-diam, tanpa pengawasan ketat DPR atau KPK, dan lepas dari kontrol publik.
4. Danantara sebagai Skema "Holdingisasi Kekuasaan"
Danantara bukan hanya alat konsolidasi ekonomi, tetapi juga alat kontrol politik. Dengan memegang saham mayoritas atas banyak BUMN, maka :
- Keputusan pergantian direksi dan komisaris tidak perlu konsultasi ke kementerian.
- Otoritas sepenuhnya ada di dalam lingkar kecil holding.
- Menjadi “bunker” yang sulit dijangkau oleh pengawasan publik.
5. Dampak Sistemik
BUMN Terasing dari Kepentingan Rakyat
Penempatan komisaris dan direksi yang tidak berdasarkan meritokrasi menyebabkan :
- Ketidakefisienan manajemen.
- Kegagalan proyek strategis.
- Hilangkan peran pelayanan publik BUMN.
- Potensi korupsi dan kebocoran keuangan negara.
BUMN seharusnya menjadi “alat negara untuk melayani rakyat,” tapi kini terancam menjadi lengan bisnis elite dan penguasa.
Rekomendasi dan Jalan Keluar
1. Transparansi Penunjukan Direksi dan Komisaris
- Buka proses seleksi berbasis profesionalisme.
- Audit publik terhadap semua nama yang diangkat sejak pembentukan Danantara.
2. Revisi UU BUMN dan UU Kekayaan Negara
Memperketat aturan soal konflik kepentingan dan afiliasi politik dalam penempatan jabatan.
3. Pembentukan Komite Etik dan Transparansi SWF Nasional
Melibatkan KPK, Ombudsman, dan unsur masyarakat sipil.
4. Pemberdayaan DPR, Lembaga Independn dalam Mekanisme Kontrol
Penguatan peran komisi terkait untuk mengawasi proses penempatan jabatan dan penggunaan dana negara di Danantara dan BUMN.
Penutup
Siapa yang Menjaga Penjaga Kekayaan Negara ?
Kita tidak menolak modernisasi atau konsolidasi BUMN. Tapi kita menolak jika itu dijadikan kendaraan kekuasaan dan distribusi rente.
Danantara harus diawasi. Bukan karena kita pesimis, tapi karena kita sadar kekuasaan tanpa kontrol akan membawa bangsa ini pada jurang ketimpangan, korupsi, dan kehilangan kedaulatan ekonomi.
> "Jabatan boleh dibagi, tapi bukan di atas kekayaan negara. Investasi boleh dibuka, tapi bukan dengan menyingkirkan profesionalisme. Danantara harus kembali pada rakyat — bukan hanya melayani yang berkuasa."
Oleh: Subhan Hadil – Managing Director Matutu Nusantara Institute
Posting Komentar